Senin, 28 April 2014

Sharing dari Senior Psikologi Untar.

     Hari ini di kelas Teknik Wawancara kedatangan 3 orang tamu yang berbagi cerita serta suka dukanya berkerja sebagai HRD. Sharing ini cukup menyenangkan dan menambah ilmu bagaimana menerapkan ilmu Psikologi di lapangan langsung. Narasumber pertama bernama kak Lina, Kak lina saat ini berkerja di bagian HR pada perusahaan food and beverages yang cukup besar di Jakarta. Kak Dina juga menceritakan tentang pengalaman berkerjanya di Papua. Di Papua, Kak Lina pernah berkerja sebagai HR, namun tantangannya adalah beliau harus menghadapi para pekerja dari penduduk asli sana yang mayoritas dari mereka tidak sempat ‘menikmati’ bangku sekolah.
      Perbedaan kebudayaan dan pendidikan masyarakat papua, mengharuskan Kak Dina untuk menjalankan tugasnya dengan cara yang berbeda, Kak Dina menjelaskan bahwa teknik wawancara dalam setting formal tidak cocok untuk dilakukan kepada penduduk lokal sana, sehingga Kak Dina mewawancarai pekerja di selang waktu istirahat sambil menikmati makan siang. Setelah membangun rapport, barulah Kak Lina menanyai masalah pribadi mereka.
     Yang kedua adalah Kak Jeremiah Jerry Ishak, Kakak ini bercerita tentang perkerjaannya sebagai HR di sebuah perkebunan kelapa sawit. Suka dan Duka dilalui kakak ini, menurut kak Jerry, lebih banyak ‘suka’nya daripada duka yang dirasakan, walaupun pernah ditodong sebilah golok saat sedang berusaha mengerjakan perkerjaannya dengan baik. Saat itu kak Jerry sedang melakukan proses rekrutmen, dan secara sengaja kak Jerry menolak seorang pelamar yang ternyata adalah anak kepala suku dari kampung tersebut. Kak Jerry menolak anak kepala suku itu karena anak kepala suku itu datang dengan keadaan mabuk.
     Tetapi pesan kak Jerry adalah tetap tenang dan jangan panik saat menghadapi masalah. Karena ketika kita panik, kita tidak akan dapat berpikir dengan tenang dan memungkinkan untuk menambah masalah yang baru. Saat itu, “mass” tempat kak Jerry tinggal hampir dibakar oleh penduduk sekitar dan telah dihadapkan dengan sebilah golok dilehernya. Tetapi dengan tenang kak Jerry mencoba melakukan problem solving dan menemukan titik permasalahannya. Setelah massa mengerti maksud kak Jerry, kak Jerry melakukan ice breaking dengan mengajak para massa untuk membakar ayam dengan bensin yang dimaksudkan untuk membakar “mass” kak Jerry.
     Ada 3 hal yang ditekankan oleh kak Jerry dalam melakukan wawancara, yang pertama adalah kita harus memiliki pengetahuan tentang perusahaan tempat kita akan diwawancara, yang kedua, harus tahu siapa diri kita, dan yang terakhir, kita harus tahu posisi orang yang kita wawancara. Semua itu berguna dalam mencari informasi yang kita inginkan dari interviewee dan menjawab pertanyaan untuk kita dari interviewer.
     Pembicara yang ketiga adalah kak Philipus Opus, kak Philip mempraktekan secara langsung proses interview di depan kelas. Kak Philipus berkerja sebagai HR di toko kue ternama di Jakarta, untuk itu proses seleksi dan rekrutmen karyawan harus dilihat dari segi kebersihan dan kerapian para pelamar. Tidak jarang kak Phillipus mewawancarai pelamar dengan durasi hanya 2 menit. Dalam 2 menit tersebut kak Philipus mengobservasi penampilan dan kerapian interviewee, bila dirasa tidak memenuhi persyaratan, kak Philipus segera menyudahi proses interview.
     Begitulah sharing senior di kelas Tekwan. Benar-benar kesempatan yang bagus untuk bisa mendengar pengalaman-pengalaman kakak-kakak di bidang PIO ini. Semoga sharing ini dapat berguna bagi yang ingin melakukan proses wawancara atau bahkan ingin masuk ke dunia PIO. J

Sabtu, 26 April 2014

AIDS Pada Anak di Bawah Umur



AIDS merupakan penyakit menular yang timbul akibat infeksi virus HIV; sebuah virus yang menyebar melalui cairan tubuh seperti semen, cairan vagina, ASI, dan darah. Karena dapat menular melalui ASI, bayi dari perempuan dengan HIV/AIDS sangat rentan tertular virus tersebut. Berbagai hal yang terjadi pada saat menyusui adalah terdapat luka pada bagian puting ibu atau yang disebut dengan mastitis, luka di mulut bayi, prematuritas dan fungsi kekebalan tubuh bayi. Tetapi selain ASI, ternyata infeksi jauh lebih memungkinkan ditularkan pada masa kehamilan melalui plasenta atau saat proses kelahiran alami melalui vagina.

Bayangkan kehidupan bayi tersebut yang membawa penyakit HIV/AIDS tersebut.. Bukan pilihan mereka untuk lahir dari perut seorang ibu dengan HIV. Tetapi semuanya berdampak pada perkembangan hidup sang anak. Sang bayi akan mengalami penurunan fisik seiring bertambahnya waktu, di samping itu kebutuhan emosional anak juga akan terganggu. Mungkin juga akan terjadi penolakan di kalangan keluarga anak (selain keluarga inti), teman-teman, dan juga lingkungan-lingkungan di sekitar anak tersebut.

Stigma buruk tentang penderita HIV/AIDS di kalangan masyarakat masih sangat buruk. Tercatat bahwa 1 dari 5 orang masih takut akan tertular penyakit HIV dan berinteraksi dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).  Selain itu trauma emosi yang dialami oleh orang tua, orang tua menghadapi masalah yang berat dalam perawatan, pemberian kasih sayang terhadap anak dengan HIV/AIDS. Masalah berat yang di alami oleh orang tua ini mempengaruhi perkembangan emosi dan mental sang anak. Sehingga anak sulit tumbuh dalam lingkungannya dan akan merasa mereka telah ‘ditolak’ oleh lingkungan mereka.

Korban HIV/AIDS terus bertambah, dan salah satu penyebab meningkatnya korban adalah anak-anak. Karena itu salah satu cara penangulangannya merujuk pada mengurangi penularan dari ibu ke anak. Berikut beberapa cara yang dapat kita lakukan, yaitu: mengurangi penularan dari ibu ke anak, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita dengan AIDS, dan bila terlanjur terkena harus melakukan treatment highly active antiretroviral therapy (HAART). HAART adalah sebuah terapi yang mengontrol perkembangan virus HIV dengan baik dan menurunkan laju progres AIDS. Terapi ini juga membantu meningkatkan ekspektansi hidup bayi yang terinfeksi HIV Tanpa HAART, 1 dari 3 bayi Afrika yang lahir dengan infeksi HIV meninggal sebelum usia 1 tahun, sekarat sebelum ulang tahun ke-2, dan mayoritas meninggal sebelum usia 5 tahun. Sekarang dengan HAART, bayi-bayi tersebut bisa hidup lebih lama dari ekspektansi hidup bayi-bayi yang tidak mendapat treatment HAART.


Selain itu kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memberikan dukungan positif terhadap korban HIV AIDS, edukasi juga penting kita berikan untuk ibu dengan HIV/AIDS agar lebih berhati-hati merawat bayi (memberikan ASI dsb). Kita juga harus sadar bahwa HIV/AIDS sesungguhnya tidak semudah itu dapat tertular, untuk itu kita harus selalu merangkul korban HIV/AIDS agar perkembangan emosional dan ekspetasinya terhadap dunia semakin tinggi.